Dia masih kerap dipanggil dengan nama lahirnya, Elizabeth. Walau kini, dia telah mengganti semua dokumen rasminya menjadi Safia Al-Kasaby, identiti barunya setelah menjadi seorang Muslimah.
Berita dia berpindah agama sempat menjadi kontroversi di Amerika Syarikat. Maklumnya, ramai yang tak menyangka mengapa kemudian memilih Islam.
Safia, 43 tahun, adalah keturunan Yahudi dan Puerto Rico. Datuknya adalah korban Holocaust yang kemudian melarikan diri ke Puerto Rico. Mereka bersembunyi di sebuah rumah ibadah.
Dia juga bekas sarjan pertama dalam Angkatan Udara AS. Dan dia, Safia kehilangan lapan kerabat – satu pak cik dan tujuh sepupunya – dalam serangan 11 September yang mengatakan orang Muslim sebagai “tersangka” pada 2001.
Setelah duka Tragedi 11 September, Dia mencari tahu tentang Islam. Dalam dirinya tumbuh keyakinan semakin Islam disudutkan di AS, Dia merasa adalah yang salah di sana.
“Saya tidak peduli siapa yang melakukannya,” ujarnya. “Saya hanya peduli kenapa Islam tiba-tiba dibenci. Saya tidak pernah membenci Islam, atau membenci Muslim. Bagi saya untuk marah tentang apa yang terjadi pada menara kembar akan menjadi seperti saya membenci semua orang Jerman yang menewaskan orang-orang Yahudi.”
Semakin dia membaca buku-buku tentang Islam, semakin dia jatuh hati pada agama yang disiarkan oleh manusia agung, Muhammad SAW. Dia makin gelisah. Akhirnya timbul keberanian, tahun 2005 atau empat tahun setelah tragedi yang meragut keluarganya itu, dia bersyahadat.
Seperti Muslim lainnya, Safia merasa ketegangan di sekelilingnya: tatapan penasaran kerana dia mengenakan jilbab atau kerudung dan penjaga kedai yang tiba-tiba meminta identifikasi tambahan tiap kali ia pergi ke pusat perbelanjaan.
Bahkan pejabat di Kedutaan Besar AS di Cairo menolak permintaan awal dari calon suaminya, seorang lelaki asal Mesir, untuk visa sementara. Safia dianggap punya agenda tersembunyi lain dengan menikahi lelaki Mesir.
Agama barunya juga telah memperluas jurang antara dia dan keluarganya. Ibunya, tiga saudara perempuan dan salah satu anak perempunya, Sylvia, mempertanyakan pilihannya.
Sylvia bahkan ingin tak ada hubungannya dengan dia. Sylvia memarahi Safia habis-habisan ketika dia muncul di pemakaman suaminya mengenakan jilbab dan membawa Alquran.
Namun dia beruntung, satu anaknya yang lain, Natalia, mendukung pilihannya. “Agama yang dipilih mama sungguh cool,” ujarnya.
Gadis 18 tahun ini menghargai transformasi keyakinan Safia. Dia kerap tidak tahan dengan orang-orang yang mengolok-olok Islam atau stereotip Muslim. “Saya berkata,” Tunggu sebentar. ibu saya seorang Muslim,” ujarnya menirukan kalau dia memotong pembicaraan rakan-rakannya. “Dan dia bukan teroris.”
Apa yang menarik kat sini | ||
Info Menarik di Sajikan Untuk Anda Di Sini!! | ||
Inginkan Anak Cemerlang? Klik Disini! | ||
Iklan Produk Anda Di Sini. Hanya RM10/sebulan |
0 komen:
Post a Comment